Pada tanggal 25 Oktober, Bapak Zhou Kan, Chargé d'Affaires Kedutaan Besar Tiongkok Untuk Indonesia menghadiri Seminar Refleksi Satu Dekade Relasi Indonesia-Tiongkok Di Era Belt and Road Initiative dan memberikan sambutan. Bapak Laksamana Madya TNI (Purn.) Amarulla Octavian, Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN), Bapak Laksamana TNI (Purn.) Marsetio, Penasehat Khusus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Bapak Djauhari Oratmangun, Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, serta Bapak Yayan Ganda Hayat Mulyana, Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri, menghadiri seminar tersebut dan menyampaikan sambutan. Hampir 30 pakar dan cendekiawan dari berbagai negara termasuk Fudan University, Central China Normal University, Xiamen University, Jinan University, Guangdong University of Foreign Studies, Centre for Strategic and International Studies Indonesia, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Internasional Indonesia, dan ISEAS-Yusof Ishak Institute berpartisipasi dalam diskusi.
Berikut naskah lengkap sambutan Chargé d' Affaires Zhou Kan:
Tema seminar kali ini adalah "Refleksi Satu Dekade Relasi Indonesia-Tiongkok di Era Belt and Road Initiative", yang bisa dikatakan sangat tepat pada waktunya.
Sepuluh tahun yang lalu, Presiden Xi Jinping secara berturut-turut mengusulkan pembangunan bersama "Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (Silk Road Economic Belt)" dan "Jalan Sutra Maritim Abad Ke-21 (21st Century Maritime Silk Road)" di Kazakhstan dan Indonesia, memulai inisiatif besar Belt and Road. Selama 10 tahun terakhir, bersama dengan lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia, dan lebih dari 30 organisasi internasional, Tiongkok telah memperkuat Semangat Jalur Sutra (Silk Road Spirit) yang damai, kerja sama, terbuka, inklusif, saling belajar, dan saling menguntungkan, dengan menandatangani lebih dari 200 dokumen kerja sama dalam Belt and Road Initiative, membentuk lebih dari 3000 proyek kerja sama, menciptakan 420.000 lapangan kerja untuk negara-negara di sepanjang jalur, mendorong investasi triliunan dolar AS, membentuk struktur konektivitas "Enam Koridor, Enam Jalan, Banyak Negara, Banyak Pelabuhan", dan membangun platform kerja sama ekonomi internasional terbesar sepanjang sejarah, yang memberikan dorongan kuat bagi pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sepuluh tahun berlalu, Belt and Road telah membawa hasil yang melimpah dan kembali membuka babak baru dalam sejarahnya. Seminggu yang lalu, Tiongkok sukses menyelenggarakan Forum Kerja Sama Internasional Belt and Road (Belt and Road Forum for International Cooperation/BRF) yang ke-3, di mana perwakilan dari 151 negara dan 41 organisasi internasional berkumpul di Beijing untuk merayakan acara tersebut. Presiden Xi Jinping secara komprehensif meninjau kembali hasil kerja sama Belt and Road dan mengusulkan delapan tindakan, termasuk membangun jaringan konektivitas Belt and Road yang multidimensi, mendukung perekonomian dunia yang terbuka, melaksanakan kerja sama kongkrit, mendorong pembangunan hijau, mendorong pengembangan inovasi iptek, mendukung pertukaran antar masyarakat, mendorong kerja sama Belt and Road yang berbasis integritas, dan menyempurnakan mekanisme kerja sama internasional Belt and Road, memberikan arah kerja sama masa depan Belt and Road dan menyusun rencana kerja.
Presiden Xi Jinping merangkum pengalaman berharga yang terakumulasi selama 10 tahun dari Belt and Road dan menegaskan bahwa manusia adalah komunitas nasib yang saling bergantung. Hanya dengan kerja sama yang saling menguntungkan, kita dapat mencapai tujuan besar dengan baik. Semangat Jalur Sutra yang damai, terbuka, inklusif, saling belajar, dan saling menguntungkan adalah sumber daya terpenting yang memimpin pembangunan bersama Belt and Road. Presiden Xi menekankan bahwa memandang perkembangan negara lain sebagai ancaman, atau memandang saling ketergantungan ekonomi sebagai risiko, tidak akan membuat kita hidup lebih baik atau berkembang lebih cepat. Pembangunan bersama Belt and Road menerapkan prinsip saling terhubung dan saling menguntungkan, mencari pembangunan bersama dan kerja sama yang saling menguntungkan. Konfrontasi ideologis, persaingan geopolitik dan politik blok bukanlah pilihan bagi kami. Yang kami lawan adalah sanksi sepihak, koersi ekonomi, serta decoupling dan gangguan rantai pasokan.
Presiden Xi Jinping juga pertama kali mengusulkan bahwa negara-negara harus bersatu untuk mencapai modernisasi dunia yang damai, saling menguntungkan, dan makmur bersama. Beliau menekankan bahwa Tiongkok bukan hanya mencari modernisasi untuk dirinya sendiri, tetapi berharap dapat mencapai modernisasi bersama dengan negara-negara berkembang lainnya. Modernisasi dunia seharusnya adalah modernisasi yang damai, modernisasi yang saling menguntungkan, dan modernisasi yang menyebabkan kemakmuran bersama. Pihak Tiongkok siap untuk mendalami hubungan mitra kerja sama Belt and Road bersama semua pihak, mendorong pembangunan berkualitas tinggi Belt and Road memasuki babak baru, dan terus berupaya untuk mewujudkan modernisasi bagi negara-negara di seluruh dunia.
Seperti yang disoroti oleh Presiden Xi Jinping, pembangunan bersama Belt and Road diusulkan Tiongkok, namun hasil dan peluangnya dimiliki seluruh dunia. Selama 10 tahun terakhir, Belt and Road telah berjalan dari nol, menghadapi keraguan, penghinaan, dan gangguan, tetapi tetap teguh maju, berjalan dengan percaya diri, dan semakin mendapatkan pengakuan dan dukungan dari mayoritas negara di dunia. Keluarga besar pembangunan bersama Belt and Road semakin berkembang dan makmur. Di balik kesuksesan ini, pada akhirnya karena Belt and Road berdiri di sisi sejarah yang benar, sesuai dengan logika kemajuan zaman, dan mengikuti jalan yang benar bagi umat manusia.
Berbeda dari beberapa mekanisme kerja sama yang pernah diluncurkan Barat di masa lalu, dan berbeda pula dari yang namanya “strategi” atau “kerangka” yang sedang dilakukan beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik saat ini, Belt and Road sedang membangun platform kerja sama untuk mencapai perkembangan bersama, bukan arena persaingan geopolitik, apalagi sebagai alat politik penahanan atau decoupling dan gangguan rantai pasokan. Dalam kerja sama, kami selalu memegang prinsip berkonsultasi bersama, membangun bersama dan menikmati manfaat bersama, tanpa sikap merendahkan, memaksa pihak lain, atau mempolitisasi kerja sama ekonomi dengan syarat tambahan. Dalam kerja sama, kami selalu memperhatikan kualitas tinggi dan keberlanjutan, sepenuhnya menghormati pilihan dan kebutuhan masing-masing negara, dan tidak memberikan beban ekonomi yang tidak masuk akal kepada negara-negara yang berpartisipasi dalam kerja sama. Baru-baru ini, sebagai negara Eropa yang pertama bergabung dalam pembangunan bersama Belt and Road, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban secara tajam menunjukkan bahwa tuduhan tentang "jebakan utang" terkait Belt and Road Initiative dan Tiongkok adalah penghinaan terhadap negara-negara yang terlibat dalam pembangunan bersama Belt and Road.
Ibu-ibu, Bapak-bapak, dan teman-teman sekalian,
Indonesia adalah tempat penting dalam pembangunan bersama Belt and Road. Selama 10 tahun terakhir, kedua negara terus mendalami sinergi strategis, terus memperbaiki mekanisme kerja sama, dan mendorong penca