Pada tanggal 16 Mei 2024, Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia mengadakan resepsi Bertema“Setia pada Cita-cita Awal, Maju Bergandengan Tangan”di Jakarta. Minister Zhou Kan menyampaikan pidato kunci. H.E. Sultan Najamudin, Wakil Ketua III DPD, Dr. Sukamta, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen dan Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri, Pak Irawan Ronodipuro, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Partai Gerindra, dan Ibu Dian Islamiati Fatwa, Wakil Sekjen PAN memberikan sambutan masing-masing. Turut hadir dalam acara tersebut lebih dari 70 perwakilan dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia, antara lain pemerintah, parlemen, partai politik, TNI, Polri, tokoh-tokoh agama, think tank dan media.
Minister Zhou Kan meninjau hasil positif dari perkembangan hubungan Tiongkok-Indonesia selama beberapa tahun terakhir, dan menyatakan bahwa bulan lalu menandai peringatan 74 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Orang Tiongkok sering berkata, "Hanya setia pada cita-cita awal, baru dapat mencapai misi." Meninjau hubungan bilateral , cita-cita awal dan juga pengalaman yang paling berharga kita, kecuali selalu berpegang pada independensi strategis, saling percaya, saling menguntungkan, serta tetap teguh pada keadilan, yang lebih penting, kita selalu tegas saling mendukung untuk menjaga kedaulatan, keamanan dan kepentingan pembangunan, serta mengenai isu-isu yang melibatkan kepentingan inti dan keprihatinan utama masing-masing. Kedua negara kita pernah mengalami agresi asing dan mencapai kemerdekaan serta pembebasan nasional melalui perjuangan berat. Kedua bangsa kita menghargai kemerdekaan yang telah diperoleh dengan susah payah itu sama dengan kehidupan sendiri. Kita akan tidak menyia-nyiakan upaya untuk dengan tegas mempertahankan persatuan nasional dan integritas wilayah. Pancasila yang diusulkan Presiden Soekarno menonjolkan “Persatuan Indonesia”. Tiongkok masih berjuang untuk menyelesaikan permasalahan Taiwan dan mencapai reunifikasi nasional sepenuhnya.
Minister Zhou Kan menyoroti beberapa fakta dasar dan latar belakang mengenai isu Taiwan:
Pertama, Taiwan telah menjadi bagian integral Tiongkok sejak zaman kuno, tidak pernah menjadi sebuah negara. Hal ini mempunyai dasar sejarah dan hukum yang kuat dan ditegaskan oleh dokumen hukum internasional seperti Deklarasi Kairo tahun 1943 dan Proklamasi Potsdam tahun 1945. Meski reunifikasi menyeluruh kedua sepi Selat Taiwan belum terwujud, kedaulatan dan keutuhan wilayah Tiongkok tidak pernah dan tidak akan pernah bisa terpecah. Reunifikasi menyeluruh Tiongkok hanya tinggal menunggu waktu saja. Ini adalah tren sejarah yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat dihentikan atau diubah oleh siapa pun.
Kedua, pada tahun 1971, Resolusi 2758 yang diadopsi pada Sidang ke-26 Majelis Umum PBB sepenuhnya menyelesaikan masalah keterwakilan seluruh Tiongkok termasuk Taiwan. Yang disebut "perwakilan" Taiwan diusir dari PBB. Hal ini tidak hanya menegaskan bahwa hanya ada satu Tiongkok di dunia dan Taiwan adalah bagian dari Tiongkok, tetapi juga menutup pintu “Dua Tiongkok” atau “Satu Tiongkok, Satu Taiwan.” Resolusi penting ini mempunyai otoritas dan validitas penuh. Segala upaya untuk mempertanyakan, memutarbalikkan atau menyangkal resolusi ini tidak sah dan tidak akan pernah berhasil.
Ketiga, Prinsip Satu Tiongkok adalah konsensus yang diakui secara bulat oleh mayoritas komunitas global. Hingga saat ini, 183 negara telah menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok berdasarkan Prinsip Satu Tiongkok. Hal ini sepenuhnya menunjukkan bahwa berpegang pada Prinsip Satu Tiongkok mewakili tren zaman dan aspirasi masyarakat.
Keempat, perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan masih menghadapi ancaman dari kekuatan “Taiwan Merdeka”. Dengan dukungan eksternal, mereka terus terlibat dalam aktivitas separatis di Taiwan, dan berupaya untuk menggoyahkan konsensus Satu Tiongkok di luar pulau tersebut. Mereka adalah pembuat onar dan penyabot stabilitas regional dan perdamaian dunia. Selama kekuatan “Taiwan Merdeka” tidak musnah bersama dengan kekuatan bantuan dari luar, maka ancaman serius terhadap perdamaian akan tetap ada. Oleh karena itu, tegas menentang dan mengekang “Taiwan Merdeka” bukan hanya demi kepentingan Tiongkok, namun juga demi kepentingan bersama komunitas internasional. Hal Ini harus menjadi tanggung jawab bersama semua orang. Mematuhi Prinsip Satu Tiongkok berarti membela keadilan. Menentang “Taiwan Merdeka” berarti menjaga perdamaian.
Minister Zhou Kan menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia selalu menjunjung tinggi kebijakan Satu Tiongkok, yang merupakan landasan politik terpenting bagi hubungan bilateral kita. Selama kunjungan Presiden Jokowi ke Tiongkok tahun lalu, kedua negara mengeluarkan Pernyataan Bersama Tentang Memperdalam Kerja Sama Strategis Komprehensif. Dalam pernyataan tersebut, pihak Indonesia menegaskan kembali komitmennya terhadap kebijakan Satu Tiongkok, dan lebih jauh lagi menyatakan secara eksplisit dukungan tegasnya terhadap upaya Pemerintah Tiongkok untuk mencapai reunifikasi secara damai. Tiongkok sangat mengapresiasi. Pada saat yang sama, Tiongkok juga menyatakan dukungan tegasnya terhadap upaya Indonesia menjaga persatuan nasional dan keutuhan wilayah. Kami sangat yakin bahwa selama kedua negara tetap setia pada cita-cita awal kita, saling mendukung, dan terus mengkonsolidasi landasan politik termasuk Prinsip Satu Tiongkok, hubungan Tiongkok-Indonesia akan bertahan dalam ujian perubahan apa pun, dan kita akan terus menjalin hubungan yang baik serta saling bahu-membahu dalam perjalanan menuju modernisasi dan masa depan yang lebih menjanjikan.
Wakil Ketua Sultan Najamudin, Wakil Ketua Dr. Sukamta, Ketua Irawan Ronodipuro dan Wakil Sekjen Dian Islamiati Fatwa menghargai persahabatan tradisional Tiongkok-Indonesia dan pencapaian hubungan bilateral, serta menekankan bahwa Indonesia selalu menjunjung Kebijakan Satu Tiongkok, dan dengan tegas mendukung upaya Pemerintah Tiongkok untuk mencapai reunifikasi secara damai. Indonesia siap bekerja sama dengan Tiongkok untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Para hadirin mengucapkan dukungan kuat mereka terhadap Prinsip Satu Tiongkok, serta harapan dan keyakinan mereka bahwa Tiongkok dan Indonesia akan terus maju bergandengan tangan dalam jalur pembangunan.