Pernyataan Juru Bicara Kedutaan Besar Tiongkok Untuk Indonesia Atas Pernyataan Keliru Asisten Deputi Departemen Luar Negeri AS Robert Harris Mengenai Isu Laut China Selatan

2022-07-15 15:52

Baru-baru ini, Robert Harris, Asisten Deputi Departemen Luar Negeri AS, membuat pernyataan yang keliru mengenai isu Laut China Selatan di media Indonesia. Pernyataannya sama sekali tidak berdasar, bertentangan dengan hukum internasional dan tidak sesuai dengan pendirian pemerintah AS. Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia sekali lagi menyarankan pihak AS untuk menghormati fakta, menghormati keinginan negara-negara di kawasan yang menghargai perdamaian dan stabilitas serta menfokuskan pembangunan dan kerja sama, jangan menimbulkan masalah dan menabur perselisihan.

I. Pada 12 Januari 2022, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat merilis studi Limits in the Seas No. 150. Studi tersebut mengambil “South China Sea Arbitration Award” yang tidak sah dan tidak berlaku sebagai ukuran, menyalahpahami hukum internasional termasuk ketentuan UNCLOS dan praktek negaranya, sehingga menggunakannya untuk menyangkal kedaulatan teritorial dan hak maritim Tiongkok di Laut China Selatan. Studi ini merupakan manipulasi dan provokasi politik, yang merusak supremasi hukum di laut, serta dengan sengaja menggambarkan konteks sejarah dan status quo terkait isu Laut China Selatan dengan salah. Tujuan pernyataan keliru Robert Harris adalah untuk memicu perselisihan antara negara-negara ASEAN dan Tiongkok, menciptakan konflik dan konfrontasi di kawasan, dan merusak upaya bersama negara-negara kawasan dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan dan menfokuskan pembangunan dan kerja sama.

II. Kedaulatan teritorial, serta hak dan kepentingan maritim Tiongkok di Laut China Selatan memiliki dasar sejarah dan hukum. Aktivitas orang Tiongkok di Laut China Selatan sudah ada sejak lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Tiongkok adalah yang pertama menemukan, menamai, menjelajahi, dan mengembangkan Nanhai Zhudao dan perairan terkait, serta negara pertama yang secara terus-menerus, damai dan efektif menjalankan hak kedaulatan dan yurisdiksi di sana. Kedaulatan Tiongkok atas Nanhai Zhudao serta hak dan kepentingannya yang relevan di Laut China Selatan telah terbentuk dalam sejarah yang panjang, dijunjung tinggi oleh pemerintah Tiongkok berturut-turut dalam waktu lama, dan diakui secara universal oleh komunitas internasional. Pejabat AS yang membuat pernyataan keliru tersebut mungkin telah melupakan atau sengaja menghindari fakta bahwa, setelah berakhirnya Perang Dunia II, Amerika Serikat yang memberikan kapal perang untuk mengangkut tentara Tiongkok untuk merebut kembali pulau-pulau ini di Laut China Selatan. Laut China Selatan membutuhkan perdamaian, stabilitas, dan ketenangan, tidak bisa membiarkan Amerika Serikat untuk menciptakan perselisihan sewenang-wenang berdasarkan skema politiknya sendiri.

Tiongkok memiliki kedaulatan atas Nanhai Zhudao yang terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao. Tiongkok memiliki perairan internal (internal waters), laut teritorial (territorial sea), dan zona tambahan (contiguous zone) di Nanhai Zhudao. Tiongkok memiliki zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen (continental shelf) di Nanhai Zhudao. Tiongkok memiliki hak sejarah di Laut China Selatan. Posisi Tiongkok, sebagaimana dinyatakan di atas, jelas, konsisten, dan memiliki dasar sejarah dan hukum.

Tiongkok adalah pembela yang setia dan pembangun yang berkomitmen bagi supremasi hukum internasional di laut. Tiongkok dengan tegas menjunjung tinggi sistem internasional yang berpusat pada PBB, membela tatanan internasional yang berdasarkan hukum internasional serta norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional berdasarkan visi dan misi Piagam PBB. Tiongkok berpartisipasi dalam seluruh proses negosiasi UNCLOS dan merupakan salah satu negara pertama yang menandatangani dan meratifikasi UNCLOS tersebut. Sebagai Negara Pihak (State Party), Tiongkok sangat mementingkan UNCLOS, menerapkannya secara nyata, dan menjaga otoritas dan integritasnya dengan tindakan nyata. Amerika Serikat selalu bicara tentang UNCLOS, bisakah ratifikasikan UNCLOS sendiri dulu sebelum bicara?

III. Tiongkok selalu menjunjung tinggi penyelesaian damai atas sengketa di Laut China Selatan melalui perundingan dan konsultasi oleh negara-negara yang bersangkutan secara langsung, atas dasar menghormati fakta sejarah dan sesuai dengan hukum internasional. Tiongkok akan terus bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk secara proaktif mengelola perbedaan di laut, memperdalam kerja sama maritim, sepenuhnya dan secara efektif menerapkan Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea), dan dengan penuh semangat mendorong konsultasi tentang Kode Perilaku di Laut China Selatan (Code of Conduct in the South China Sea). Tiongkok akan terus bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk memajukan pelaksanaan prakarsa Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 dan membuat tata kelola maritim regional yang adil dan merata, dengan tujuan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan dan mempromosikan kemakmuran dan pembangunan di kawasan. 

Laut China Selatan adalah rumah bersama bagi negara-negara di kawasan, bukan tempat berburu bagi kekuatan di luar kawasan untuk mencari kepentingan geopolitik. Amerika Serikat harus memahami dengan benar sehingga mematuhi  dengan penuh hukum internasional termasuk Piagam PBB dan UNCLOS, benar-benar menghormati kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritim Tiongkok di Laut China Selatan, menghormati upaya Tiongkok dan negara-negara ASEAN untuk menjaga perdamaian dan keamanan, stabilitas di Laut China Selatan. Amerika Serikat harus menghentikan perilakunya yang memicu masalah pada Laut China Selatan atau merusak aturan hukum internasional di laut.