Kerja Sama Regional Taktik Tepat Penanggulangan Krisis Moneter

2009-03-31 17:00

Suatu unsur ekstern penting yang mempengaruhi situasi kawasna Asia Tenggara tahun lalu adalah resesi ekonomi dunia yang dipicu oleh krisis keuangan internasional. Dalam Seminar "Asia Tenggara Di Bawah Krisis Finansial" yang diselenggarakan bersama oleh Institut Asia Tenggara Akademi Ilmu Sosial Guangxi dan Institut Asia Tenggara Universitas Jinan belum lama berselang, Direktur Institut Asia Tenggara Universitas Jinan, Cao Yunhua berpendapat, negara-negara Asia Tenggara perlu meningkatkan kerja sama untuk bisa keluar dari dampak krisis finansial.

Krisis finansial tahun lalu sementara memberikan pukulan berat pada ekonomi negara-negara maju, mempengaruhi pula negara-negara Asia Tenggara. Cao Yunhua berpendapat, yang paling terimbas di negara-negara Asia Tenggara adalah ekonomi riil, terutama industri manufaktur dan industri ekspor. Berdasarkan beratnya imbas yang dialami, negara-negara Asia Tenggara terbagi tiga kategori.

Kategori pertama adalah Singapura dan Malaysia yang tergolong negara berorientasi ekspor, maka paling berat terpukul krisis finansial. Ekspor kedua negara itu menurun drastis, sejumlah perusahaan bangkrut dan tingkat pengangguran meningkat. Tingkat pengangguran di Singapura tahun lalu tercatat 2,3%, dan diperkirakan akan mencapai 4,8% tahun ini; Sedang tingkat pengangguran di sektor manufaktur Malaysia mencapai kurang-lebih 10%.

Kategori kedua adalah Filipina, Indonesia dan Thailand. Meskipun ketergantungan ekonomi ketiga negara itu pada ekspor lebih rendah daripada negara-negara kategori pertama, tapi dampak yang dialami juga dukup besar. Industri manufaktur terpukul dan naiknya tingkat pengangguran tetap merupakan masalah utama yang menghantui negara-negara itu. Kementerian Perburuhan Filipina tanggal 23 bulan lalu menyatakan, sejak Oktober tahun lalu, jumlah penganggur terdaftar baru di Filipina tercatat 39 ribu orang. Berhubung gejolak situasi politik di dalam negeri yang berlangsung tiga tahun, di tambah krisis finansial internasional, situasi ekonomi di Thailand juga tidak optimis. Situasi di Indonesia relatif baik, karena tahun ini adalah tahun pemilihan umum, sedang pemilihan dalam derajat tertentu dapat merangsang perkembangan ekonomi.

Kategori ketiga adalah Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar. Industri manufaktur dan industri ekspor di negara-negara itu dalam derajat yang berbeda juga terimbas oleh krisis finansial internasional, jumlah penganggur di sektor manufaktur meningkat. Menurut laporan media Vietnam, produksi produk tekstil Vietnam akan turun 10% sampai 15% pada 6 bulan pertama tahun ini, jumlah penganggur di sektor industri tekstil sudah mencapai 10 ribu orang, tetapi negara-negara kategori ini terutama adalah negara pertanian, tidak banyak mengekspor, maka dampak yang dialami juga paling kecil.

Ditinjau secara umum, krisis finansial telah memukul industri manufaktur dan industri ekspor di negara-negara Asia Tenggara, akibat langsungnya adalah naiknya tingkat pengangguran di negara-negara Asia Tenggara, masalah pengangguran adalah masalah yang tak dapat dielakkan oleh negara-negara itu.

Cao Yunhua berpendapat, pukulan dan dampak krisis finansial kali ini terhadap sistem keuangan negara-negara Asia Tenggara relatif kecil. Sebabnya ada dua: pertama, pusat krisis finansial kali ini adalah negara-negara maju Eropa dan Amerika, sedang negara-negara Asia Tenggara hanya suatu daerah pinggir, maka dampaknya bagi sistem keuangan negara-negara Asia Tenggara jauh lebih kecil daripada krisis moneter tahun 1997. Sebab penting lainnya adalah setelah krisis moneter tahun 1997, pemerintah negara-negara Asia Tenggara telah memperdalam reformasi dan meningkatkan pengawasan. Banyak negara Asia Tenggara mampu meingkatkan pengeluaran atau menurunkan tingkat suku bunga, cadangan devisa negara-negara itu berada pada taraf sehat, kurs valuta asing pada pokoknya stabil, hutang luar negeri relatif rendah, kredit bank yang bermasalah berkurang, dan tidak terpuruk dalam derivasi bermasalah seperti yang dialami bank-bank di negara-negara Barat. Negara-negara Asia Tenggara telah meningkatkan daya sistem keuangannya untuk menangkis krisis.

Negara-negara Asia Tenggara telah menggulirkan pula serangkaian rencana stimulus fiskal untuk mendorong pemulihan ekonomi riil negaranya masing-masing dalam rangka upaya untuk selekasnya melepaskan diri dari dampak krisis finansial. Dengan interfensi pemerintah yang kuat, dampak krisis finansial bagi negara-negara Asia Tenggara kali ini tidak akan berlangsung lama.

Cao Yunhua berpendapat, dalam pengintegrasian ekonomi global sekarang ini, kerja sama regional adalah taktik yang tepat untuk mengatasi krisis keuangan. Negara-negara Asia Tenggara sedang meningkatkan kerja sama regional dengan tindakan nyata. Dalam Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 26 bulan lalu, berbagai pihak telah menandatangani 6 dokumen kerja sama ekonomi yang bertujuan mempercepat proses pengintegrasian ekonomi ASEAN. Penandatanganan dokumen kerja sama itu telah meletakkan dasar penting bagi ASEAN untuk mewujudkan target Masyarakat Ekonomi ASEAN yang menerapkan kebebasan lalu lintas barang, jasa, investasi dan buruh trampil pada tahun 2015, juga memberikan jaminan bagi kerjasama negara-negara ASEAN untuk mengatasi krisis keuangan global.

Sementara itu, Cao Yunhua menunjukkan, berhubung negara-negara industri maju sedang sibuk menyelesaikan krisis di negerinya sendiri dan tidak sempat mengurusi kawasan Asia Tenggara, maka Tiongkok dan India sebagai dua negara besar di Asia Timur dan Asia Selatan, akan mengambil peran lebih penting dalam kerja sama regional Asia Tenggara. Menyusutnya pasar ekstern dan berkurangnya arus masuk modal asing memaksa negara-negara Asia Tenggara memindahkan suatu tenaga pendorong pertumbuhan di masa depan ke negara-negara tetangga dekat atau sekitarnya, sedang Tiongkok mempunyai pasar yang sangat besar, kerja sama antara Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara mempunyai keunggulan di bidang transportasi dan letak geografi, prospek kerja sama sangat luas, maka Tiongkok merupakan pilihan yang terbaik bagi mereka. Demikian kata Cao Yunhua, Direktur Institut Asia Tenggara Universitas Jinan, Tiongkok.